Hari Sabtu kemarin, saat seluruh Masyarakat Indonesia dengan antusias menanti pertandingan sepak bola antara Vietnam dan indonesia, di siang hari yang terik tiba-tiba hujan turun dengan deras di kota Manado.
Beberapa jam kemudian keluarga besar kami menerima kabar duka dari salah satu saudara kami yang berada di luar kota. ayah sepupu kami yang sakit telah pergi untuk selamanya.
Walaupun seluruh keluarga mencoba mengikhlaskan, tapi di hati kecil kami, kami tahu ada begitu banyak amarah. Walaupun sakit yang diderita, sebut saja, "Om Baik" sudah cukup lama, sekitar 2 tahun, tapi kalau mau ditelusuri, sebenarnya sebelum-belumnya dia baik-baik saja.
Beberapa kejadian di akhir hidupnya justru yang menghancurkannya. Beberapa kejadian yang juga melukai keluarga intinya, dan membuat kami sekeluarga besar cukup prihatin.
Mungkin akan tidak etis mengangkatnya di media umum seperti ini, tapi secara garis besar saya akan menceritakannya.
Kita semua tentu pernah merasa dikhianati, dan dilukai. Tapi diantara semua sakit yang kita terima, sakit yang tersulit untuk dihilangkan adalah sakit yang disebabkan oleh orang terdekat kita ataupun orang yang kita sayangi dan percayai.
Itu bagaikan paku yang ditancapkan di sepotong kayu. walaupun dicabut, bekasnya akan selalu terlihat dan ada di sana.
Itu pula yang terjadi pada Om Baik. Dia disakiti oleh saudara yang disayangi dan dipercayainya. Dengan bujukan dan rayuan, saudaranya itu dengan tega meminjam sertifikat tanah satu-satunya yang dimilikinya dan keluarga untuk digadaikan.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Beberapa tahun kemudian saudaranya itu meninggal dalam sakit. Itu terjadi 3 tahun lalu. Tapi di luar dugaan ternyata, sertifikat yang digadai belum ditarik dari bank. sedangkan untuk tanah miliknya sendiri ternya aman-aman saja.
Om Baik shock. Begitu pula keluarganya. Tanpa pemberitahuan, tanah dan rumah mereka hendak disita. Proses hukum pun coba ditempuh, karena bagaimanapun istri saudara Om Baik ternyata tidak mau tahu.
Sudah lebih dari dua tahun kasus ini bergulir, kesehatan dan kehidupan yang damai yang selama ini dinikmati Om Baik sekeluraga, berputar jungkir balik.
Titik terendahnya adalah hari Sabtu minggu lalu. Saat Om Baik meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk selama-lamanya. Meninggal dalam sedih, luka dan putus asa.
Kami, keluarga besar dari pihak istrinya tak mampu berbuat banyak. Bukannya tidak hendak menolong. Hanya saja apa yang dialami oleh keluarga Om Baik, juga dialami kami sekelurga. Walaupun dalam versi yang sedikit berbeda, tapi kami juga dilukai, ditusuk, ditikam oleh orang yang masih disebut keluarga.
Dalam hati sebenarnya sudah tak ingin mengakui mereka sebagai keluraga, tapi darah adalah darah. dicuci dengan air satu samudra pun takkan dapat diubah.
Tapi kami sangat yakin, walaupun hukum sering pincang, tapi hukum Tuhan tidak akan pincang. Kehidupan kami baik keluarga inti maupun keluarga besar yang kacau, carut marut, pasti akan ada penyelesaian.
Langit takkan selamanya gelap. hari takkan selamanya Malam. Kami masih menggantungkan harapan di setiap doa kami. Kapanpun dan dimanapun!
Satu hal yang dapat saya katakan untuk Om Baik, Selamat Jalan, OM. Jangan Khawatir......Pergilah dalam damai, karena semuanya akan baik-baik saja!!!!!! Tuhan Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar